Friday, May 04, 2007

Ada Bonus di Depan Kantor

Kalau sampeyan kebetulan sedang lewat di depan kantor saya di seputaran Jalan Japati Bandung, atau kalau memang sampeyan sedang perjalanan dinas ke kantor saya dan melihat di depan kantor saya ada banyak dealer mobil buka lapak alias buka pameran mobil baru, bisa dipastikan bahwa sebentar lagi pasti kantor saya akan bermurah hati membagikan bonus. Entah itu namanya bantuan untuk anak sekolah, insentif, bonus, angpaw, kadeudeuh atau apapun namanya. What is a name, kata shakespeare. Yang jelas akan ada uang yang ditransfer oleh perusahaan ke masing-masing rekening karyawan.

Bukan masalah bonus itu yang saya perkarakan. Bukan pula masalah besarannya, yang mungkin saya terima lebih rendah dari sampeyan. (Astagfirullah. Ya, Allah jadikanlah saya orang yang selalu bersyukur berapapun rejeki yang Engkau berikan kepada saya!). Namun fenomena yang ingin saya kemukakan ke hadapan pembaca adalah: kok para dealer itu tahu, kalau perusahaan mau bagi-bagi bonus?

Para dealer itu memang tajam penciumannya. Tajam analisis dan marketing geurillia-nya, sehingga tahu kapan perusahaan saya akan membagikan bonus. Karena menurut ilmu dasar mereka (yang dulu juga pernah saya ikuti di awal-awal kuliah), bahwa dengan adanya penambahan income berarti akan bertambah pula tingkat consumption. Meskipun dalam persamaa itu Y=C+S yang berarti income sama dengan cunsumption ditambah saving, tetapi ternyata di dunia (manusia) yang nyata muncul kecenderungan setiap ada penambahan tingkat income hanya diikuti oleh penambahan tingkat consumption–nya saja dan tidak pernah diikuti oleh penambahan tingkat saving alias menabungnya.

Lha boro-boro nambahi tabungan atau menabung kayak lagu yang dulu sering kita nyanyikan waktu kecil, wong buat nutup konsumsi standar saja, basic need kata Maslow, masih kurang kok. Lha cuman sayangnya, basic need yang dibilang Maslow itu sekarang jadi keblinger ukurannya. Kebutuhan dasar rumah, misalnya, tidak lagi didefinisikan sekedar rumah sederhana atau RSSSSS (Rumah Sederhana Sehingga Susah Selingkuh!). Tetapi menjadi apartemen. Jadi kalau beli apartemen tidak lagi diartikan sebagai self acualization, tetapi sebagai pemenuhan atas basic need. Makan juga begitu. Tidak lagi makan asal kenyang, tetapi sudah menjadi ‘makan dimana’ melebihi ‘makan apa’.

Halah, kok nglantur!
Tadi kan kita lagi ngomongin fenomena bonus yang tiba-tiba saja informasinya tersaji di depan kantor. Saya juga enggak tahu dan rasanya juga enggan untuk mencoba mencari tahu, darimana para dealer mobil itu tahu informasi kalau kantor saya mau bagi-bagi bonus. Justru setiap kali ada dealer yang buka pameran mobil baru di depan kantor, saya malah jadi sakit hati. Lho kok sakit hati, kan sebentar lagi mau terima bonus. Bukan, bukan karena itu sakit hatinya. Sakit hati saya justru kepada para espege itu yang tidak pernah nawari saya mobil baru tersebut. Jangankan nawari dan mempromosikan kehebatan mobil baru yang dijualnya, melirik dan sekedar membagikan brosur kepada saya saja tidak. Yang membuat lebih sakit hati, kok mereka juga tahu kalau saya memang bukan target market mereka.

silo
Bandung, 4 Mei 2007

3 Comments:

Anonymous Anonymous said...

ngomong2, kantor sampean yang mana sih? saya setiap hari lewat situ, tapi ndak ngeh yang mana. soale, saya mau juwalan juga je :D

Friday, May 04, 2007 5:27:00 PM  
Blogger Susilo B. Utomo, susilo.bu@gmail.com said...

Silakan, kalau mau ikut jualan.
Asal boleh kredit aja... :-P

Thursday, May 24, 2007 7:47:00 AM  
Anonymous Anonymous said...

Good for people to know.

Wednesday, November 12, 2008 2:30:00 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home